Pada awalnya kunjungan ke Percetakan Al-Qur’an tidak termasuk pada agenda ziarah luar yang disediakan oleh travel, tapi atas saran Mas Bahar selaku guide dan dengan menambah 15 Real per jama’ah sebagai uang bensin dan tambahan untuk Pak Sopir kami jadi berkunjung ke Percetakan ini. Percetakan yang berjarak 10 km dari Kota Madinah dan berseberangan dengan salah satu Istana Kerajaan Saud ini merupakan Percetakan Mushaf Al-Qur’an yang terbesar di dunia yang didirikan tahun 1405 H / 1984 M dan diresmikan oleh Raja Fahd. Sekitar pukul 09:30 KSA kami tiba di percetakan ini, tapi kami harus bersabar menunggu diluar karena aktivitas di percetakan belum dimulai dan kurang lebih 30 menit kemudian kami baru diijinkan masuk ke kompleks percetakan ini.
Di bagian depan terdapat sebuah perpustakaan sekaligus tempat pembelian Mushaf Al-Qur’an langsung dari percetakan ini dan juga tempat menunggu bagi Jama’ah Perempuan. Jama’ah Perempuan tidak dizinkan untuk masuk ke tempat percetakan demi menjaga kesucian mushaf-mushaf Al-Qur’an yang dicetak karena ditakutkan akan ada Jama’ah Perempuan yang mengalami menstruasi, dan dengan alasan ini pula semua pegawai dari percetakan ini adalah laki-laki. Bagi Jama’ah laki-laki diarahkan ke sebuah lorong yang menuju ke lantai 2, dimana dilantai tersebut terdapat koleksi berbagai versi cetakan Al-Qur’an dengan terjemahan berbagai bahasa dan tempat untuk melihat proses percetakan secara langsung yang terjadi di lantai 1. Di percetakan ini Al-Qur’an sudah di terjemahkan kedalam 53 bahasa dan 1 bahasa isyarat yang diantaranya adalah Afrika, Arab, Asia termasuk Indonesia, Inggris, Spanyol, Urdu, dan lainnya. Al-Qur’an model terjemahan ini setiap tahunnya akan dibagikan secara gratis kepada seluruh Jama’ah Haji sesuai dengan asal negara masing-masing yang biasanya diberikan di Bandara sewaktu akan meninggalkan Saudi Arabia. Sedangkan untuk Jama’ah Umroh yang berkunjung ke percetakan ini akan diberi kenang-kenangan berupa Mushaf Al-Qur’an dengan tanda khusus dan stempel “Not for Sale”.
Al-Qur’an adalah kitab samawi terakhir yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril yang ditulis pada mushaf-mushaf dan disampaikan dengan mutawatir serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah.
Beberapa keistimewaan Al-Qur’an adalah :
Al-Qur’an membenarkan kitab-kitab sebelumnya dan mengandung ringkasan ajaran dari kitab-kitab tersebut, Allah SWT berfirman : Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan benar dan membenarkan kitab sebelumnya dan mengawasinya (Q.S Al-Maaidah : 48)
Al-Qur’an merupakan Petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa, Allah SWT berfirman : Kitab ini tidak ada kerguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa (Q.S Al-Baqarah : 2).
Al-Qur’an berisi Obat dan Rahmat bagi orang-orang Mu’min. Allah SWt berfirman : Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang menjadi obat dan Rahmat bagi orang – orang yang beriman (Q.S Al-Israa : 82)
Kemurnian Al-Qur’an tetap terpelihara sepanjang masa, Allah SWT berfirman : Sesungguhnya Al-Qur’an adalah kitab yang mulia. Kebathilan tidak akan masuk, baik dari depan maupun belakang. Al-Qur’an diturunkan dari yang Maha Bijaksana dan Maha Terpuji (Q.S Fushshilat : 41-42)
Diantara nama lain yang merujuk kepada Al-Qur’an sebagaimana yang terdapat pada ayat-ayat Al-Qur’an, adalah :
Al-Kitab yang berarti Kitab (Q.S. Al-Baqoroh :2 ), Al-Furqon yang berarti Pembeda (Q.S Al-Furqon : 1), Al-Dzikr yang berarti Pengingat (Q.S Al-Hijr : 9), Al-Mauidloh yang berarti Pelajaran (Q.S Yunus : 57), Al-Hukm yang berarti Peraturan (Q.S AR-Ra’d : 37), Al-Hikmah yang berarti Kebijaksanaan (Q.S Al-Israa : 39), Asy-Syifa yang berarti Obat (Q.S Al-Israa : 82), Al-Huda yang berarti Petunjuk (Q.S At-Taubah : 33), At-Tanzil yang berarti Yang Diturunkan (Q.S Asy-Syuara’ : 192), Ar-Rahmat yang berarti Karunia (Q.S An-Naml : 77), Ar-Ruh yang berarti Ruh (Q.S Asy-Syuara : 52), Al-Bayan yang berarti Penerang (Q.S Ali-Imran: 138), Al-Kalam yang berarti Firman (Q.S At-Taubah : 6), Al-Busyra yang berarti Kabar Gembira (Q.S An-Nahl:102), An-Nur yang berarti Cahaya (Q.S An-Nisaa :174), Al-Basha’ir yang berarti Pedoman (Q.S Al-Jatsiyah : 20), Al-Balagh yang berarti Kabar (Q.S Ibrahim : 52), Al-Qaul yang berarti Ucapan (Al-Qashash : 51),
Pembukuan Mushaf AI Qur'an
Pada periode pertama sejarah pembukuan Al-Qur'an dapat dikatakan bahwa setiap ayat yang diturunkan kepada Rasulullah selain beliau hafal sendiri juga dihafal dan dicatat oleh para sahabat. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur'an : "Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai,) membacanya"(Q.S Al-Qiyamah : 17). Selanjutnya setiap ayat Al-Qur’an yang turun oleh para sahabat langsung dicatat pada pelepah kurma, kulit dan tulang binatang.
Pada waktu pemerintahan Abu Bakar Ash-Shiddiq, atas usul dari Umar bin Khattab, terjadi penulisan Mushaf Al-Qur'an oleh Zaid bin Tsabit. Pekerjaan ini dilakukan setelah timbul kekhawatiran akan hilangnya sebagian Al-Qur'an setelah terjadi perang Yamamah melawan Musailamah Al-Kadzzab yang mengakibatkan meninggalnya 70 orang penghafal Al-Qur’an.
Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab tidak terjadi penulisan Mushaf A1-Qur'an, karena pada masa itu pemerintahan menitik beratkan pada penyiaran agama Islam.
Pada masa Khalifah Usman bin Affan terjadi penulisan kembali Mushaf Al-Qur'an untuk menghindari perbedaan qira'at dikalangan kaum muslimin mengingat semakin luasnya wilayah kekuasaan Islam atas berbagai daerah. Adalah Hudzaifah ibnu Yaman yang mengusulkan agar segera diambil kebijaksanaan untuk mengatasi perbedaan dialek tersebut, sebelum terjadi pertengkaran tentang kitab suci Al Qur'an seperti yang terjadi pada orang Yahudi dan Nasrani tentang Taurat dan Injil. Atas usul itu Khalifah Usman memerintahkan kembali Zaid bin Tsabit dan anggotannya (Abdullah bin Zubair, Said ibnu Ash dan Abdurahman bin Harits) untuk menyalin kembali dan memperbanyak mushaf yang tersimpan di rumah Hafsah binti Abu Bakar. Setelah selesai, Khalifah Usman mengembalikan mushaf yang asli kepada Hafsah dan yang lainnya dikirim ke Mekah, Kuffah, Basrah dan Suriah, serta dipegang oleh Khalifah Usman bin Affan sendiri. Sejak saat itu mushaf Al Qur'an tersebut dinamai Mushaf Al-Imam atau lebih dikenal dengan Mushaf Usmani yang disalin hingga sampai sekarang, termasuk yang juga di cetak di Percetakan Malik Fahd.
Setelah cukup lama melihat-lihat lokasi percetakan dan koleksi berbagai versi Al-Quran serta sempat berfoto bersama dengan Jama’ah dari Negara lain, saya berjalan menuju pintu keluar. Tepat di pintu keluar saya diberi kenang-kenangan berupa Mushaf Al-Qur’an asli cetakan dari Percetakan Malik Fahd ini dengan tanda keaslian berupa 3 stempel dibagian belakang Mushaf yang bernomor 46, 187 dan 1046. Setelah semua berkumpul di lobi percetakan kami berjalan bersama menuju bis untuk kembali ke Hotel dan melanjutkan ibadah mandiri sebagaimana hari hari sebelumnya serta melakukan persiapan untuk pelaksanaan ibadah Umroh yang IsyaAllah akan dilaksanakan besok. Didalam perjalanan pulang ke Hotel, Mas Bahar yang putra Madura ini bercerita jika kompleks percetakan Al-Qur’an tersebut adalah Mahar dari Raja Abdullah ketika menyunting salah satu putri Imam Besar Masjid Nabawi. Setelah mendengar cerita Mas Bahar tersebut, terbesit dalam hati bahwa Al-Qur’an yang saya dapat dari percetakan Al-Qur’an Malik Fahd ini akan saya jadikan juga Mahar untuk mempersunting calon istri saya suatu saat nanti, semoga Allah mengabulkannya, Amin Ya Robbal ‘Alamiiin.