Friday, April 13, 2012

TAHALLUL

Begitu satu persatu tahapan Umrah selesai, terahir saya melakukan tahallul bersama Pak Ridawan dan Rama. Dimulai dengan Pak Ridwan mencukur sedikit rambutnya kemudian dilanjutkan dengan mencukur rambut saya dan Rama.

Tahallul adalah suatu keadaan dimana telah dihalalkannya 12 larangan ihram yang merupakan Rukun Umrah terahir. Nabi Muhammad SAW bersabda : “Semoga Allah merahmati orang-orang yang telah bercukur”. Para sahabat bertanya: “Yang memendekkan rambut, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda: “Semoga Allah merahmati orang-orang yang telah bercukur”, Para sahabat bertanya lagi: “Yang memendekkan rambut, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda: “Semoga Allah merahmati orang-orang yang telah bercukur”, Para sahabat bertanya: “Yang memendekkan rambut, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda:”Dan orang-orang yang memendekkan rambut” (Muttafaq ‘alaih). Tahallul ditandai dengan memotong sedikit rambut atau memendekkan rambut kepala bagi jama’ah laki-laki, sedangkan bagi jama’ah perempuan dilakukan dengan memotong sedikit rambut atau tiga helai rambut bagian belakang sepanjang jari tangan. Memotong rambut dapat dikerjakan sendiri-sendiri sesame jenis, atau bagi perempuan harus dipotong oleh mahromnya dan dilarang memotong rambut orang lain sebelum dirinya tahallul .

Begitu kami bertiga selesai berTahallul, tiada kata yang terucap selain ucapan “Alhamdulillah Rabb Al-Amiin” sebagai ungkapan rasa syukur atas terselesainya ibadah Umrah untuk memenuhi panggilan Ilaahi sebagaimna telah diniatkan sejak dari tanah air tercinta. Untuk selanjutnya kamipun kembali ke Hotel untuk beristirahat, sebelum ke kamar saya mengantarkan Rama ke kamar keluarganya yang kebetulan bersebelahan dengan kamar saya dan Pak Ridwan. Begitu dikamar saya membersihkan badan kemudian ganti dengan pakaian sehari-hari dan dilanjutkan dengan istirahat.
Selengkapnya...

SA'I

Dalam perjalanan menuju bukit Shafa melalui Babul Masa'i yang ditandai dengan menara tunggal dalam hati, saya membaca : “Inna-Shafa Wal-Marwata Min Sya’aa ir-ILLAH Abda’u Bima Bada-ALLAH-u Bihi” . Begitu samapai di Bukit Safa saya menghadap ke Ka’bah sambil membaca “Allah-u Akbar Allah-u Akbar Allah-u Akbar, Laa Ilaaha Illa-Allah, Wahdahuu Laa Syarikalah Lahul-Mulku Wa Lahul-Hamdu Yuhyii Wa Yumiitu Wa Huwa ‘Alaa Kuli Syai’in Qodiir, Laa Ilaaha Illa-Allau Wahdah Anjaza Wahdah, Manshoro Abdah, Wahazamal Ahzaaba Wahdah”. Setelah berdo’a sesuai keinginan saya mulai melangkah menuju bukit Marwah sambil membaca Subhanallah, begitu sampai pada kran penyediaan air zam-zam kami berhenti untuk ikut antri minum air yang penuh berkah tersebut. Ketika sampai pada pilar hijau saya berlari – lari kecil sampai pada pilar hijau berikutnya, kemudian saya kembali berjalan biasa sampai pada bukit Marwah. Ketika diatas bukit Marwah kembali saya menghadap Ka’bah untuk berdo’a, sesaat kemudian saya melanjutkan langkah sebagaimana sebelumnya menuju bukit Shafa dengan membaca Alhamdulillah. Demikian saya lakukan berulang-ulang dengan membaca Laa Ilaaha Illa-Allah, Allahu Akbar, La Haula Wala Quwwata Illa Bi-Laahil ‘Aliyyil ‘Adzim, Astaghfirullahal-Adzim dan Shallallahu ‘Ala Muhammad secara berturut-turut hingga hitungan perjalanan ke tujuh tiba diatas bukit Marwah.

Sa’i merupakan rukun Umrah ketiga yang secara harfiah berarti berusaha dan secara istilah bermakna berjalan dari bukit Shafa menuju bukit Marwah sebanyak tujuh kali perjalanan.

Hal – Hal yang berkenaan dengan Sa’i adalah :
• Harus dikerjakan setelah Thawaf dan di tempat Masa’i (tempat sa’i)
• Boleh dikerjakan dengan tidak bersuci (berwudlu)
• Dari bukit Shafa ke bukit Marwah atau sebaliknya dihitung sekali perjalanan dan tidak boleh terputus
• Diantara pilar hijau, disunahkan berlari-lari kecil bagi jama’ah laki-laki
• Tidak ada do’a khusus dalam mengerjakan Sa’i
• Tidak ada Sa’I sunnah


FILOSOFI & SEJARAH SA’I


“Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syi’ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya“ (QS.Al-Baqoroh : 158). Dalam ayat tersebut Allah SWT mengabadikan Bukit Shafa & Marwah yang merupakan dua buah bukit yang terletak dekat dengan Ka’bah (Baitullah) dan berjarak sekitar 450 meter. Shafa merupakan sebuah bukit kecil yang menyambung ke bukit Abi Qubais. Di bukit ini, dulunya terdapat Darul Arqam, Darul Saib bin Abi Saib dan Darul al-Khuld yang sekarang semuanya sudah disatukan menjadi tempat sa’i. sedangkan bukit Marwah bukit yang menyambung dengan bukit Qaiqu’an dan mengarah ke rukun Syami, jaraknya 300 m dari Ka’bah dan merupakan tempat terakhir thawaf.

Bukit Shafa dan Marwah tidak dapat dipisahkan dengan kisah seorang wanita yang tak punya tempat bernaung, tak berdaya, namun penuh iman, ikhlas, dan ta’at. Beliaulah Siti Hajar yang telah ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim bersama putranya Ismail di lembah yang tandus tak berair demi mematuhi perintah Tuhannya. Disaat perbekalan habis dan beliau merasa haus serta anaknya menjadi kehausan pula, sebagai seorang ibu beliau meninggalkannya dan berusaha (sa’i) mencari air. Beliau berusaha sekuat tenaga naik ke bukit Shofa, melihat sekelilingnya dengan harapan melihat sumber air atau ada kafilah datang yang bisa membantunya. Kemudian beliau berlari lagi ke bukit Marwah, di sana beliau melakukan hal yang sama seperti di bukit Shafa. Demikian seterusnya hingga tujuh kali bolak balik dari Sofa ke Marwah. Disaat berada di bukit Marwah untuk yang ke 7 kalinya, beliau mendengar suara yang menakjubkan , yang berbunyi, “Tenanglah”. Siti Hajar sejenak tertegun dan tafakkur mendengar suara yang ditujukan kepada dirinya. Ditempat lain Malaikat menghampiri Ismail yang sedang menangis kehausan kemudian menggerak-gerakkan tanah dekat tumit Nabi Ismail sehingga keluarlah air yang memancar. Rasa gembira membuncah di hati Siti Hajar, kemudian beliau berusaha untuk menampung dengan tangannya sambil berucap Zammi-Zammi. Subhanallah, dari padang pasir gersang itu keluarlah air yang kemudian disebut dengan Zam-Zam dan mulai saat itu Makkah yang dulu merupakan kota tandus, gersang, tak ada pepohonan yang tumbuh, dan tak ada manusia yang hidup, menjadi kota yang subur, makmur dan terlimpah didalamnya aneka ragam dari keberkahan Allah. Dan Malaikat itu kemudian berkata kepadanya, “Jangan khawatir di sia-siakan, karena sesungguhnya di sini ada Baitullah yang akan di bangun oleh anak ini dan bapaknya. Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan kekasihNya.”

Kisah ini merupakan teladan bagi kita untuk melakukan apa yang telah dilakukan Siti Hajar sesuai dengan perintah Allah yang merupakan adalah cermin kesetiaan seorang ibu terhadap titah Tuhannya. Kesetiaan itulah yang memancar pada kesejatiannya sebagai ibu dan sebagai isteri yang ditandai dengan kasih sayang dan ketulusan.

Ditengah-tengah perjalanan Sa’i, saya membayangkan begitu susahnya waktu itu Siti Hajar berusaha (sa’i) mencari air bolak-balik diantara Safa & Marwah dalam keadaan yang masih murni padang pasir, panas, haus & lelah. Berbeda dengan Masa’I sekarang yang sudah disulap menjadi tempat mewah beratap, berlantai Marmer dan ada hembusan AC disepanjang perjalanan serta tersedianya kran-kran air zam-zam bagi jama’ah yang kehausan. Begitu sampai dibukit Marwah untuk yang ketujuh kalinya, saya kembali menghadap Ka,bah dan berdoa kemudian menuju salah satu sudut yang kosong untuk melakukan sholat sunnah 2 roka’at.
Selengkapnya...